facebook

Monday, 13 March 2017

Logika Dakwah Itu, Melanjutkan Agenda Pemimpin Dakwah Sebelumnya, Bukan Meninggalkan Apalagi Mengganti (jilid 2)




Kedua: Tentara Usamah di Zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq (RA)

https://musyafa.com/category/dakwah/ situs ini menjadi inspirasi dalam tulisan kali ini. Mari disimak, bagi kita yang entah saat ini menjadi pemimpin dan sangat mungkin juga prajurit.

Setelah kaum muslimin secara aklamasi memba’iat Abu Bakar Ash-Shiddiq (RA) sebagai khalifah Rasulullah SAW, keadaan “Dunia Islam” saat itu benar-benar sangat gawat. Betapa tidak?
  1. Seluruh semenanjung Arabia yang pernah masuk Islam, semuanya murtad. Yang tidak murtad hanyalah: Madinah, Makkah, Thaif dan Bahrain (kawasan pantai timur semenanjung Arabia). Repotnya, kawasan yang tidak murtad ini ibaratnya seperti pulau-pulau yang saling berjauhan, yang tidak dengan mudah dapat dikonsolidasi secara cepat.
  2. Kawasan-kawan yang murtad itu telah berencana akan menyerang Madinah, dengan alasan mereka masing-masing. Sehingga, posisi Madinah benar-benar sangat gawat. Ibaratnya, Madinah semacam kambing yang terkepung oleh singa, serigala dan semua binatang buas lainnya.
  3. Kekuatan “tentara” Madinah saat itu, ya hanya berkisar pada angka 3000 tentara yang terbentuk di zaman nabi itu, sementara kawasan yang murtad, jumlahnya tentunya sangat berlipat.
Meskipun keadaan “Dunia Islam” saat itu sedemikian rupa “gawat”-nya, begitu Abu Bakar menjadi khalifah, kebijakan pertama yang akan dia jalankan adalah “memberangkatkan pasukan Usamah”. Atau istilahnya: Infadzu Jaisyi Usamah.
“Kebijakan” inilah yang coba di-“taklukkan” oleh “ijtihad” para sahabat nabi yang lain, yang jika mereka berhasil “menaklukkan” “kebijakan” Abu Bakar (RA) dan lalu beliau mengikuti “ijtihad” para sahabat nabi yang lain itu, niscaya akan tercatat lah dalam sejarah bahwa “kebijakan” Abu Bakar Ash-Shiddiq yang pertama kali setelah beliau dibai’at sebagai khalifah, adalah merubah kebijakan pemimpin sebelumnya, yaitu Rasulullah SAW.
Namun apa yang terjadi? Mari kita ikuti ulasan selanjutnya.
Saat para sahabat nabi melihat bahwa “kebijakan” Abu Bakar yang pertama kali hendak dibuat adalah memberangkatkan pasukan Usamah, mereka menghadap Abu Bakar Ash-Shiddiq dengan membawa banyak “ijtihad” mereka, “ijtihad” yang didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang “matang” dan “mendalam”. Mungkin kalau mempergunakan bahasa sekarang, “ijtihad” para sahabat nabi itu telah memperhitungkan: fiqih waqi’, fiqih tawaqqu’ (prediksi), fiqih maqashid, fiqih aulawiyat, fiqih muwazanah, dan fiqih-fiqih lainnya. Intinya, “ijtihad” yang benar-benar ijtihad, dari hasil kerja para mujtahidin.
Diantara “ijtihad” para sahabat yang dikemukakan, adalah sebagai berikut:
  1. Lokasi Mu’tah itu sangat jauh dari Madinah, dan masuk terlalu ke dalam di daerah kekuasaan Romawi, satu negara adi daya waktu itu.
  2. Untuk sampai ke Mu’tah, mesti melewati banyak sekali suku-suku Arab yang berada di sebelah utara Madinah, padahal mereka murtad, dan tentu, pasukan yang melewati mereka, sangatlah tidak aman.
  3. Jika 3000 tentara Madinah diberangkatkan ke Mu’tah, maka Madinah akan kosong, atau minimal akan sangat lemah, padahal sudah sangat kuat terdengar rencana suku-suku yang murtad untuk menyerang Madinah.
  4. Lalu, Rasulullah SAW baru saja wafat, dan kaum muslimin baru saja memiliki pemimpin baru, lalu, siapa yang akan menjaga dan melindungi pemimpin kaum muslimin yang baru ini. Juga, siapa yang akan menjaga dan melindungi ummahatul mukminin, kaum wanita dan anak-anak?
  5. Juga, Usamah bin Zaid (RA) itu masih mudah, baru 17 atau 18 tahun. Ia memang mempunyai kecakapan untuk memimpin, namun, karena situasinya sangat gawat dan genting, dikhawatirkan hikmah dan pengalaman, atau jam terbangnya masih belum cukup untuk memimpin pasukan di saat yang sangat genting dan gawat ini.
  6. Keadaan yang sangat gawat dan genting itu, menurut satu riwayat, digambarkan seperti: “seekor kambing, di suatu malam yang sangat gelap gulita dan sangat dingin”, yang menggambarkan, apa sih daya dan upaya yang dimiliki oleh seekor kambing? Apa lagi di malam yang sangat gelap gulita, suatu keadaan yang justru sangat menguntungkan para binatang buas calon pemangsanya, sebab, para binatang buas itu mempunyai penginderaan yang jauh lebih lengkap dan sempurna untuk mengetahui titik dan posisi kambing itu. Sudah begitu, sedang musim dingin pula, satu musim yang memerlukan pembakaran besar untuk tubuh para pemangsa itu, pembakaran yang akan mereka dapatkan kalau mereka mendapatkan suatu mangsa!!!
  7. Yang paling menarik adalah fakta bahwa diantara yang “melobi” Abu Bakar dan mengemukakan “ijtihad” para sahabat nabi untuk “mengubah” “kebijakan” Abu Bakar Ash-Shiddiq (RA) adalah Umar, Ustman, Sa’d bin Abi Waqqash, Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan Sa’id bin Zaid. Luar biasa, mereka adalah sahabat-sahabat nabi yang dijamin masuk surga, al-‘asyrah al-mubasy-syaruna bil jannah. Mereka lah yang “melobi” Abu Bakar dengan membawa “aspirasi” para sahabat nabi yang lain. Mereka juga mengatakan bahwa “ijtihad” ini juga merupakan “ijtihad” kaum Anshar . Bahkan, “lobi” mereka ini pun, berdasarkan riwayat Al-Waqidi, kali ini, bukanlah untuk membatalkan rencana pemberangkatan pasukan Usamah, namun, hanya “penundaan” saja. Istilahnya, hanya “aspek aulawiyat” saja, mengingat suasana Madinah. Masya Allah, jadi, lobi nya bukan pembatalan, atau perubahan, namun hanya penundaan, hanya sisi aulawiyat saja. Subhanallah.
  8. Dan perlu diketahui bahwa semua “ijtihad” ini dikemukakan, adalah demi kebaikan Islam dan kaum muslimin, demi menegakkan syi’ar: ad-dinu an-nashihatu (agama itu nasihat), termasuk nasihat untuk pemimpin dan kaum muslimin.
Namun, “ijtihad” para sahabat nabi itu berhadapan dengan sikap keukeuh Abu Bakar Ash-Shiddiq (RA) yang, sekali lagi, tidak mau mengawali kepemimpinannya dengan cara meninggalkan, merubah, atau mengganti kebijakan pemimpin sebelumnya, yaitu Rasulullah SAW.
Dan luar biasa sekali “pembelaan” Abu Bakar Ash-Shiddiq (RA) atas “ijtihad”-nya, yang diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. “Demi Dzat yang jiwa Abu Bakar ada di Tangan-Nya, kalau saja engkau menduga, bahwa binatang-binatang buas itu hendak mencomotku dan membawa diriku lari dari luar kota Madinah untuk dimangsa beramai-ramai di tempat yang jauh itu, aku tetap akan memberangkatkan pasukan Usamah sebagaimana telah diperintahkan oleh Rasulullah SAW, dan kalau saja di kampung ini (maksudnya: Madinah) sudah tidak ada siapa-siapa lagi yang tertinggal atau tersisa selain diriku, aku tetap akan berangkatkan pasukan Usamah”.
  2.  “Apakah kalian mempunyai argumentasi lain?”. Para sahabat menjawab: “Tidak, kami telah sampaikan semua argumentasi kami”. Maka Abu Bakar menjawab: “Demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, kalau saja kalian mengira bahwa binatang-binatang buas itu akan memangsaku di dalam kota Madinah ini, maka aku tetap akan memberangkatkan pasukan Usamah bin Zaid”.
  3. “Kalau saja anjing-anjing liar dan serigala-serigala itu mencomotku, aku tidak akan menolak sebuah keputusan yang pernah diputuskan oleh Rasulullah SAW”.
  4. Bahkan, Abu Bakar marah kepada Umar (RA) seraya berkata: “Semoga ibumu kehilangan dirimu wahai Umar, ada seseorang yang telah diangkat dan ditetapkan oleh Rasulullah SAW, dan engkau memerintahkan kepadaku untuk mencabut pengangkatan itu?!”. Maka Umar pun keluar dari majlis Abu Bakar dan melapor kepada para sahabat yang memberinya tugas untuk melobi. Umar berkata kepada mereka: “Semoga ibu kalian kehilangan kalian, gara-gara kalian, aku dibeginikan oleh khalifah Rasulullah SAW”.

No comments:

Post a Comment

Kritik dan saran yang membangun, monggo.. bisa ditulis di kolom komentar.. :)