https://musyafa.com/category/dakwah/ situs ini menjadi inspirasi dalam tulisan kali ini. Mari disimak, bagi kita yang entah saat ini menjadi pemimpin dan sangat mungkin juga prajurit.
Ketiga: Pasukan Usamah bin Zaid (RA) Tetap Berangkat
Setelah
semua upaya “lobi” dari para sahabat nabi (RA), dan setelah semua “ijtihad”
mereka dengan seluruh perangkatnya dikemukakan, ternyata semua “ijtihad” ini
berhadapan dengan sebuah prinsip penting dalam dunia dakwah, yaitu: “pantangan
dalam logika dakwah, bahwa pemimpin yang baru, tugas pertamanya adalah mengganti
kebijakan pemimpin sebelumnya”, dan inilah “Sunnah”Abu Bakar Ash-Shiddiq (RA)
yang diwariskan kepada kita, maka, berangkatlah pasukan Usamah bin Zaid (RA) ke
tempat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.
Pasukan ini
pun menjalankan dengan detail apa yang pernah disabdakan oleh nabi Muhammad SAW
kepada Usamah, dan Usamah pun mengelola pasukannya persis seperti yang
dipesankan oleh Rasulullah SAW, maka pasukan ini pun pulang dan kembali ke
Madinah dengan membawa kemenangan gemilang dan juga rampasang perang yang tidak
sedikit.
Keempat: Keberkahan
Dan di
sinilah terletak rahasia keberkahan itu, bahwa, saat Abu Bakar (RA) tidak mau,
dan benar-benar tidak mau merubah apa yang pernah diputuskan oleh Rasulullah
SAW, di situlah keberkahan itu muncul.
- Semua yang dikhawatirkan oleh para sahabat nabi (RA) sama sekali tidak terbukti. Sama sekali tidak terjadi serangan, atau comotan apa pun ke dalam kota Madinah saat ditinggal oleh pasukannya.
- Bahkan, yang terjadi sebaliknya. Saat suku-suku yang bermaksud menyerang Madinah mendengar, bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq memberangkatkan 3000 pasukan ke Syam, suku-suku itu menjadi berhitung ulang. Mereka berkata kepada sesama mereka: “Kalau Madinah tidak dalam keadaan yang sangat kuat, tidak hendaklah Abu Bakar mengeluarkan pasukan sejumlah 3000 personil menuju Syam”.
- Dan tentunya, kemenangan di Syam (Mu’tah, atau Ubna), dan ghanimah besar yang mereka dapatkan, merupakan penambahan ma’nawiyah (spiritualitas) dan maddiyah (materi) bagi kaum muslimin yang tidak terkira.
Jadi,
diantara sumber keberkahan dalam berdakwah itu, janganlah suka merubah-rubah
atau mengganti-ganti kebijakan, dengan alasan “ijtihad” dari “kibar sahabat”
sekalipun. Berpegang pada prinsip itulah sumber keberkahan, berpegang pada
Sunnah itu lah keberkahan, sunnah melanjutkan kebijakan pemimpin sebelumnya.
Kelima: Aaah… Itu Kan Karena Sunnah Nabi…
Bisa saja
orang dengan mudah berdalih, lalu berkata: Abu Bakar keukeuh kan karena
pemimpin sebelumnya adalah Rasulullah SAW??!!
Dalih ini, kalau ada, telah melupakan banyak hal, diantaranya:
Dalih ini, kalau ada, telah melupakan banyak hal, diantaranya:
- Bukankah keukeuh nya Abu Bakar
(RA) adalah keukeuh nya seorang sahabat nabi dan keukeuh ini berhadapan
dengan “ijtihad” “kibar sahabat”?
Bila jawaban kita adalah ya, apakah kita akan mengatakan bahwa Abu Bakar (RA) otoriter? Hasya lillah, nggak mungkin lah kita akan mengatakan begitu. Beliau (RA) keukeuh, karena hal ini adalah prinsip. Karena, hal ini adalah Sunnah. Tidak boleh ada sunnah dalam arti preseden bagi para pemimpin Islam setelahnya, bahwa, “ada contohnya” tugas pemimpin baru itu adalah mengganti kebijakan pemimpin sebelumnya.
Ini dalam dunia dakwah lho.. dalam logika dakwah…kalo laogika lainnya, lain soal.
Karena kita harus mengedepankan logika dakwah, ya beginilah logikanya. - Fakta-fakta para khalifah dan amirul mukminin berikutnya, mulai dari Umar bin al-Khaththab (RA), selalu saja para khalifah atau amirul mukminin yang baru, selalu mendapatkan pesan, agar mengikuti dan melanjutkan sunnah khalifah atau amirul mukminin sebelumnya. Inilah pesan yang diterima oleh Umar saat dibai’at sebagai pengganti Abu Bakar, hendaklah ia berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah SAW dan sunnah Abu Bakar. Begitu juga saat kaum muslimin membaiat Utsman bin Affan (RA) dan juga Ali bin Abi Thalib (RA).
- Seadainya, hanya seandainya, seandainya Abu Bakar Ash-Shiddiq (RA) pernah membuat sunnah mengganti kebijakan pemimpin sebelumnya, kira-kira apa yang akan terjadi dengan janji Rasulullah SAW yang akan memberikan mahkota Kisra Persia kepada Suroqoh bin Malik? Di mana mahkota Kisra itu baru dipegang oleh kaum muslimin di zaman Umar bin al-Khaththab (RA). Menariknya, semua pasukan Islam ingat janji Rasulullah SAW itu, karenanya, mereka, dari Persia, mengirimkan mahkota itu ke Madinah, kepada Umar bin al-Khaththab (RA), yang lalu Umar bin al-Khaththab (RA) menyerahkannya kepada Suroqoh bin Malik (RA)!!
Penutup
Begitulah
info sejarah dakwah Islam yang dapat kita baca dan pelajari..yang memberikan
nilai-nilai pengajaran kepemimpinan yang sangat luhur. Begitulah para pendahulu
kita mewariskan suatu sunnah, sunnah yang sangat agung, sunnah yang sangat
mulia, sunnah yang perlu kita implementasikan dalam kehidupan kita, di mana
kita mengklaim sebagai bagian dari ahli waris mereka, semoga Allah SWT
senantiasa memberikan bimbingan, taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua,
amin.
No comments:
Post a Comment
Kritik dan saran yang membangun, monggo.. bisa ditulis di kolom komentar.. :)